
| Adi Wikanto |
Sabtu, 31 Oktober 2009 |
HARI BARU memasuki pukul sepuluh pagi, tapi sinar mentari di pinggir Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, itu terasa begitu terik. Meski begitu, dari kejauhan tampak sejumlah wisatawan asing sedang berlari-lari ke arah bibir Pantai Plengkung, sambil menenteng papan surfing.
Inilah saat-saat yang mereka tunggu: ombak di pantai yang berlokasi di ujung tenggara Pulau Jawa ini membentang panjang dengan ketinggian maksimal. Konon, tinggi ombak bisa mencapai enam meter dari permukaan air. Biasanya, kesempatan itu datang antara pukul 09.00 hingga 11.00 WIB.
Dan, benar! Begitu para wisman itu menjejakkan kaki di atas papan surfing, dari jauh tampak gulungan ombak tinggi besar memanjang datang sambung menyambung. Ombaknya sungguh berbeda dengan ombak di pantai-pantai lain, seperti di Bali yang terbilang rendah. Wah, baru melihatnya dari kejauhan saja asyik, apalagi bila bisa ikut berselancar!
Gilbert, surfer asal Selandia Baru, mengaku sangat ketagihan berselancar di Pantai Plengkung. Sejak 2006 ia sudah tiga kali mampir ke sini. “Di Hawaii ombaknya besar tapi tidak bisa memanjang seperti Pantai Plengkung,” katanya.
Banyak wisatawan asing menyamakan ombak di Pantai Plengkung dengan kualitas ombak di Oahu-Hawaii, Fiji, dan Tahiti yang berada di kawasan Samudra Pasifik. Bahkan, ombak di Pantai Plengkung dianggap sebagai salah satu ombak terbaik di dunia dan mendapat julukan G-Land, The Seven Giant Waves Wonder.
Nama G-Land mencuat dari tiga konotasi yang berbeda. Pertama, green (hijau) karena berlokasi di tepi hutan tepatnya di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Kedua, Grajagan, nama tempat pemberhentian terdekat sebelum masuk hutan. Terakhir, great yang merujuk pada kehebatan ombaknya.
Adapun julukan The Seven Giant Waves Wonder atau keajaiban tujuh ombak raksasa datang karena ombak di Pantai Plengkung bisa mencapai ketinggian enam meter dengan panjang sampai dua kilometer, dengan formasi tujuh gelombang bersusun, terus-menerus.
Nah, formasi gelombang seperti itulah yang dicintai oleh para peselancar di dunia. Pantai ini juga terkenal akan ombaknya yang keras dan banyak karang di bibir pantai. Meski terkesan berbahaya, buat para peselancar, risiko ini malah sangat menantang.
Mereka harus berjuang untuk menaklukkan ombak, sekaligus menghindari deretan karang. Hm, konon di situlah letak kenikmatannya. “Tantangan itulah yang dicari oleh peselancar sejati,” cerita Gilbert, bangga.
Jadi, kita memang tak perlu heran kalau melihat para surfer sering terluka atau lecet usai berselancar di pantai ini. Bahkan, tak jarang sebagian dari mereka harus rela mengalami cedera kaki serius hingga patah tulang sekalipun. Papan surfing yang patah atau hancur berkeping-keping karena menghantam batu dan karang di pantai ini merupakan pemandangan yang biasa.
Dari amatir sampai profesional
Walau sepintas terkesan berbahaya, Pantai Plengkung juga halal bagi peselancar pemula. Sebab, ada berbagai jenis ombak di pantai ini yang bisa dicocokkan dengan kemampuan surfer, dari tingkatan amatir sampai profesional.
Agar bisa mendapatkan posisi ombak yang diinginkan, biasanya para surfer yang datang ke Pantai Plengkung rajin mencari info tentang kondisi ombak melalui internet. Ombak yang besar memiliki sebutan kong. Tingginya bisa mencapai enam meter. Jenis ombak ini hanya bisa ditemui di ujung Pantai Plengkung.
Sedikit bergeser ke dalam, ketinggian ombak akan berkurang. Ada ombak jenis speedie yang memiliki tinggi sekitar lima meter, sampai ombak jenis money tree dengan ketinggian sampai empat meter.
Di Pantai Plengkung ada juga titik-titik lokasi berselancar dengan ombak yang lebih rendah, sekitar tiga meter. Kalangan turis asing menyebut kawasan itu Tiger Track. Tapi, penduduk sekitar lebih senang menyebutnya Batu Lawang.
Nama Tiger Track muncul karena di pantai itu kerap tampak jejak kaki harimau. Sementara, nama Batu Lawang muncul karena di sana ada batu yang sepintas berbentuk lawang alias pintu.
Nah, para peselancar pemula punya lokasi favorit di sini: Twenty-Twenty dan Chicken. Lokasi dua tempat itu persis berada di sebelah Tiger Track. Disebut Twenty-Twenty (20-20), karena biasanya seseorang peselancar pemula membutuhkan waktu 20 menit untuk menaiki papan selancar. Sedang Chicken merupakan julukan bagi mereka yang baru belajar selancar.
Pantai Plengkung telah beberapa kali menjadi arena ajang kejuaraan surfing kelas dunia. Seperti, Quiksilver Pro yang diadakan tiga kali berturut-turut dari 1995 hingga 1997 dengan nama Banyuwangi G-Land International Team Challenge.Para peserta lomba berasal dari seluruh penjuru dunia: Australia, Prancis, Amerika Serikat, Spanyol, Brasil, dan Selandia Baru. “Setelah itu belum ada lagi karena krisis ekonomi serta dampak bom Bali,” kata Hartono, Kepala Kantor Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) Banyuwangi.
Meski begitu, hingga kini kunjungan wisatawan ke Pantai Plengkung masih stabil, terutama wisatawan asing. Tapi, musim turis tak berlangsung setiap bulan. Ada bulan-bulan yang menjadi favorit peselancar mengunjungi Plengkung karena ombaknya bagus, yakni pada musim kemarau April-Oktober.
Menurut Hartono, ombak pantai saat musim panas cenderung tidak pecah. Ketinggiannya pun bisa maksimal, yakni hingga enam meter. Karena itu, saat musim panas tiba, wisman yang datang bisa begitu berjubel. Bahkan, saat bom meledak di hotel JW Marriott dan Ritz- Carlton, Jakarta, dan menewaskan beberapa orang asing beberapa bulan lalu, wisman Pantai Plengkung justru berlimpah.
Para wisman itu datang lewat jalur darat dan jalur laut langsung dari Bali. Data pengunjung pantai Plengkung di kantor TNAP menunjukkan, per Maret 2009 ada 62 wisatawan asing yang melancong. Satu bulan kemudian, jumlahnya meningkat menjadi 181 orang. Bulan-bulan selanjutnya, jumlah wisatawan asing semakin banyak, Mei terdapat 346 orang dan Juni menjadi 348 orang.
Biasanya, jumlah wisatawan asing akan membeludak hingga 400-500 orang per bulan sampai bulan September. Kemudian Oktober akan berkurang dan mulai November seluruh wisatawan asing sudah pergi. “Biasanya menjelang akhir tahun sudah turun hujan. Hal itu membuat ombak jadi tidak bagus dan akses ke Pantai Plengkung tidak bisa dilalui mobil,” papar Hartono.
Minim fasilitas
Bila Anda ingin datang ke pantai ini, sebaiknya memang berniat berselancar atau betul-betul ingin melihat keindahan laut, bukan dengan maksud lain. Maklum, fasilitas dan infrastruktur pantai ini masih sangat minim. Jauh bila dibandingkan dengan pantai lain seperti Kuta atau Bunaken.
Akses jalan darat menuju Pantai Plengkung hanya bisa dilalui saat musim kemarau. Ketika musim hujan tiba, jalanan yang pernah diaspal 15 tahun lalu akan rusak parah tidak tertembus mobil.
Fasilitas di Pantai Plengkung juga terbilang tidak murah, terutama buat wisatawan domestik. Tidak ada pedagang es kelapa muda atau minuman segar yang lazim dijumpai di pantai-pantai lain. Di pantai ini hanya ada tiga penginapan dengan tarif dipatok dolar Amerika Serikat. Yakni, Joyo’s Surf Camp, Bobby’s Surf Camp, dan G-Land Surf Camp.
Penginapan tersebut bentuknya juga bukan seperti hotel, melainkan cottage. Tiap cottage berbentuk rumah panggung, terbuat dari papan kayu dengan kapasitas dua orang per kamar. Kamarnya tidak berimpitan, tapi terpisah dengan jarak yang berdekatan. Para turis menyebutnya camp.
Konsep dan fasilitas ketiga penginapan tersebut hampir sama. Ada meja biliar, televisi, tv kabel, meja ping pong, internet, dan DVD. “DVD biasanya untuk memutar video surfing,” kata Subo, Manager Joyo’s Surf Camp.
Meski fasilitasnya terkesan pas-pasan, agar bisa menginap bisa menginap di tempat ini Anda harus memesan terlebih dahulu, minimal dua hari sebelumnya, melalui agen-agen wisata di Bali. Mereka menawarkan paket-paket wisata untuk dua orang dengan waktu menginap empat hari tiga malam atau tujuh hari enam malam.
Harga paketnya macam-macam. Mulai dari US$ 300 untuk setiap orang hingga US$ 750 per orang. Biasanya setiap pengunjung akan mendapatkan fasilitas berupa makan tiga kali sehari, softdrink, lima botol bir, plus sarana transportasi. “Rata-rata turis yang menginap di Bobby’s berasal dari Australia, Amerika Serikat, Brasil, dan Jepang,” terang Rahmat, Humas Bobby’s Surf Camp.
Bila paket sudah habis namun pengunjung masih ingin menginap, tinggal tambah biaya menginap yang besarnya US$ 50–US$ 75 per orang, per malam. Tarif itu setara dengan ongkos menginap di hotel berbintang di kota besar.
Tarif penginapan yang mahal itu tak lepas dari minimnya jumlah penginapan yang ada. Menurut Hartono, itu memang kebijakan TNAP. “Pantai Plengkung masuk dalam kawasan taman nasional, sehingga tidak boleh sembarangan mendirikan usaha di kawasan ini,” terang Hartono.
Jadi, sebelum ke sini, siapkan dolar yang banyak, ya!
(dari http://weekend.kontan.co.id/index.php/read/xml/weekend/5590/Menantang-Raksasa-Ombak-Banyuwangi)
No comments:
Post a Comment