Saturday, 1 May 2010

Pengakuan Pemeran "Cowboys" Asal Banyuwangi


Ditulis oleh CANDRA GUPTA, Kuta   
Sabtu, 01 Mei 2010 11:07
Kami Bukan Ayam, Kami Hanya Anak Pantai
Film Cowboys in Paradise menghebohkan dunia pariwisata Bali. Kebanyakan mengecam keras film yang seolah-olah mempromosikan para gigolo di Pantai Kuta itu. ''Para bintang''-nya pun bermaksud menggugat si pembuat film pendek tersebut. Heboh itu terjadi begitu film Cowboys in Paradise tersebut muncul di YouTube dan bisa diunduh para pengguna internet di seluruh dunia. Tak pelak, dalam sekejap, film berdurasi 2 menit 33 detik itu langsung ramai jadi gunjingan dan pemberitaan media massa. Para pejabat terkait, tak terkecuali Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, seperti kebakaran jenggot ketika menyikapi beredarnya film bikinan Amit Virmani, pelancong asal Singapura, itu.
Polisi pun siap mengusut kasus tersebut dan akan memidanakan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Pembuatan film itu dinilai melanggar aturan karena tidak mengantongi izin dari instansi terkait di Bali. Selain itu, pembuatnya juga dianggap telah menyalahi visa kunjungan yang dimilikinya.

''Bila melakukan kegiatan pembuatan film di Bali, tentu dia harus punya visa untuk itu. Sedangkan dia hanya memiliki visa kunjungan. Itu jelas melanggar,'' kata Kabidhumas Polda Bali Kombespol Gede Sugianyar.

Bukan hanya gubernur dan aparat kepolisian Bali, yang gusar terhadap beredarnya film gigolo tersebut. Para beach boy yang terekam dalam film itu dan kemudian dicap sebagai gigolo juga merasa ditipu oleh si Amit. Mereka shock dan tidak mengira film itu akan ''mengerjai'' mereka.

''Kalau tahu begini jadinya, dulu saya tidak mau diambil gambarnya oleh si Amit,'' ujar Warno alias Arnold, anak pantai Kuta yang wajah lugunya nampang di film tersebut.

Kepada para pemeran, Amit mengatakan bahwa film yang dibuatnya sebatas film dokumenter pribadi. Karena itulah, para anak pantai yang pekerjaannya sebagai pengajar surfing dan menyewakan papan selancar itu tidak keberatan ketika Amit mengambil gambar mereka di pinggir Pantai Kuta. Apalagi mereka sudah mengenal Amit.

''Sebenarnya, saya sudah tidak mau diambil gambarnya. Tapi, Amit bilang film itu hanya untuk koleksi pribadi. Biasa, wisatawan kalau di Kuta kan sering foto-foto atau ngerekam pakai kamera,'' papar anak pantai asal Banyuwangi itu kepada Radar Bali (Jawa Pos Group) Rabu sore (28/4).

Layaknya wisatawan asing pada umumnya, Amit sering nongkrong di warung belakang lokasi penyewaan papan surfing tempat Arnold bekerja. Di mata para beach boy, Amit termasuk turis yang ramah. Mereka pun cepat akrab. Apalagi Amit sering mentraktir Arnold dan kawan-kawan minum kopi dan lainnya.

Karena itu, Arnold tidak menyangka bahwa Amit mempunyai tujuan lain dengan modus pengambilan gambar dirinya tersebut. ''Seumur-umur, inilah pengalaman buruk saya. Saya disebut gigolo dalam film itu," tuturnya dengan nada dongkol.

Pria 29 tahun yang sudah lima tahun tinggal di Bali itu mengakui bahwa setelah pengambilan gambar tersebut, dirinya diberi uang Rp 50 ribu. ''Kata Amit untuk beli makan,'' papar Arnold yang tampil pada adegan awal dan mengucapkan kalimat: I think I know you.

Suami wanita bule asal Kanada tersebut berharap agar polisi bisa menemukan Amit dan mendatangkannya di Bali. Dia ingin mendengar klarifikasi langsung dari sang sutradara itu. Pasalnya, orang tua dan saudaranya di Banyuwangi terus menanyakan kebenaran film itu.

"Di televisi saya malah ditulis sebagai pelaku. Saya ini korban, dibohongi Amit. Korbannya banyak, sampai ke Candidasa dan Ubud,'' tutur dia.

Arnold mencontohkan seorang warga Ubud yang diwawancarai seputar HIV/AIDS. Itu juga direkayasa seolah-olah menjadi gigolo di Pantai Kuta. ''Kurang ajar benar si Amit,'' katanya, geram.

Arnold menceritakan, bila dirinya menjadi gigolo, tidak mungkin hidupnya tetap seperti kere seperti saat ini. Dia pasti sudah memiliki rumah, mobil, dan lainnya. Kenyataannya, meski beristri bule, Arnold masih mengontrak rumah di bilangan Jimbaran, Badung. Penghasilannya sebagai pengajar surfing dan menyewakan papan selancar tidak seberapa.

''Saya usaha dari nol. Bahkan, awalnya saya nebeng tinggal di rumah teman," tandas Arnold yang berniat menggugat Amit.

Sementara itu, Argo, pemeran lain dalam film tersebut, sudah berusaha mengontak Amit begitu film yang menampilkan pemandangan di pinggir Pantai Kuta itu jadi pergunjingan. Pria berkulit hitam legam tersebut juga penasaran dan jengkel terhadap ulah Amit.

Tetapi, hingga kemarin, usahanya itu belum berhasil. Selain HP-nya tidak diaktifkan, Amit juga belum mau menjawab e-mail yang dikirimkan Argo cs. Belum diketahui secara pasti posisi Amit saat ini. Tetapi, sangat mungkin dia sudah berada di kampung halamannya, Singapura.

''Orang ini (Amit) bikin nama kami jelek aja. Kami sangat marah," ujar Argo yang di film itu terlihat dalam banyak adegan, baik saat main surfing maupun aktivitas di pinggir pantai.

Fendy yang dalam film itu sedang dipijat wanita asing juga membantah bahwa dirinya berprofesi sebagai pemuas nafsu berahi. Saat itu, si turis wanita tersebut tengah mempraktikkan cara memijat ala Thailand. "Semua adegan itu bullshit,'' katanya, singkat.

Joko, 40, pelatih surfing freelance, menilai pembuatan film itu telah menipu anak-anak pantai. Sebab, kata pria asal Jember tersebut, bila anak-anak pantai itu berprofesi sebagai gigolo, tidak mungkin hidupnya miskin.

''Kalau benar kami ini gigolo, pasti sudah kaya. Lihat sendiri, kami masih miskin-miskin,'' ujarnya.

Lantas, Joko merinci pendapatannya sebagai pelatih surfing. Untuk seorang murid, dia hanya mendapatkan Rp 30 ribu per dua jam. Pemilik surfing Rp 70 ribu. Itu pun belum tentu setiap hari ada yang menyewa tenaganya untuk melatih berselancar.

''Orang tidak bertanggung jawab itu (Amit) yang membuat semua jadi kacau. Anak pantai di sini stres semua karena ulah Amit itu," ucapnya.

Memang, begitu film Cowboys in Paradise itu jadi perbincangan, Pantai Kuta langsung ditertibkan. Anak-anak pantai yang umumnya bekerja sebagai pelatih surfing dan menyewakan papan selancar digiring untuk didata. Mereka jadi resah.

Joko mengakui ada anak pantai yang berpacaran dengan wanita bule. Tapi, itu tidak berarti mereka berprofesi sebagai gigolo. ''Kami ini bukan ayam,'' selorohnya.(*)

No comments:

Post a Comment