PROBOLINGGO - Aktivitas vulkanis  Gunung Bromo, banjir (lahar dingin), dan tanah longsor di kawasan lereng  gunung api tersebut menjadi perhatian khusus Pemprov Jatim. Bahkan pada  draft Rancangan Perda (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah  Jatim (RTRW) 2012-2032, kawasan Bromo masuk kawasan rawan bencana alam.
”Ada  sejumlah daerah di Jatim yang rawan bencana masuk dalam draft Raperda  RTRW Jatim yang segera dibahas,” ujar H Mahdi SE, anggota Pansus RTRW di  DPRD Jatim, Sabtu (22/1) pagi tadi.
Politisi  PPP yang berangkat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Pasuruan-Probolinggo  itu menambahkan, pada akhir 2010 hingga awal 2011 ini terjadi bencana  beruntun di lereng Gunung Bromo. Ketika semburan material vulkanis belum  mereda, banjir lahar dingin dari sungai yang berhulu di Gunung Bromo,  merusak ratusan rumah dan lahan pertanian.
Kawasan  rawan bencana lain di Jatim, kata Mahdi,  semuanya berada di lereng  Gunung. ”Lereng Gunung Ijen di Bondowoso, lereng Gunung Raung di  Banyuwangi, dan lereng Gunung Semeru di Lumajang juga masuk kawasan  rawan bencana di draft Raperda RTRW,” ujarnya.
Masuknya  kawasan rawan bencana di RTRW berarti kawasan itu mendapatkan perhatian  khusus. ”Harus ada langkah antisipatif menyelamatkan warga yang tinggal  di lereng-lereng gunung itu,” ujar Mahdi.
Terkait  kerawanan bencana di lereng Bromo, Komisi D DPRD beberapa hari lalu  sudah meninjau sejumlah desa yang terdampak semburan vulkanis Bromo dan  sasaran banjir lahar dingin di Kab. Probolinggo. ”Dampak semburan abu  Bromo yang mengakibatkan hujan abu sejak akhir 2010 butuh penanganan  jangka panjang,” ujarnya.
Hal senada  diungkapkan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim,  Siswanto. ”Dampak semburan Bromo melanda empat kabupaten sekaligus,  Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, dan Malang. Untuk sementara yang  menjadi prioritas penanganan adalah Probolinggo karena paling parah  terkena dampak,” ujarnya.
Data sementara yang  dilaporkan dari empat kecamatan di lereng Bromo di Kab. Probolinggo  (Sukapura, Lumbang, Kuripan, dan Sumber), kerugian akibat rusaknya  sayur-mayur sekitar Rp 56 miliar. Belum termasuk rusaknya ratusan rumah  dan tewasnya puluhan ternak berupa sapi dan kambing.
Memasuki  bulan ketiga sejak November 2010 lalu, aktivitas Gunung Bromo belum  juga mereda. Selama sehari, Jumat (21/1) gunung setinggi 2.392 meter itu  mengalami erupsi relatif panjang, 345 detik (5,75 menit). Letusan itu  terekam seismigraf di Pos Pengamatan Gunung Bromo pada pukul 05.33 WIB.
Saat  itu besaran gempanya (amplitudo) mencapai 40 mm. Sedangkan ketinggian  asap 600-1.000 meter. ”Sabtu dinihari, sejak pukul 00.00-06.00 kembali  terjadi letusan sebanyak 4 kali dengan amplitudo 40 milimeter. Lamanya  25-395 detik,” ujar Kepala Pos Pengamatan Gunung Bromo, M. Syafi’i,  Sabtu (22/1) pagi tadi.
Bahkan saat dihubungi  per telepon Syafi’i sempat berhenti berbicara, ”Sebentar, ada sesuatu di  Bromo.” Beberapa saat kemudian ia melanjutkan, ” Tepat pukul 07.20 WIB  Bromo erupsi lagi,” ujarnya.
Erupsi Gunung  Bromo itu terdengar jelas dari kawasan Dusun Cemorolawang, Desa  Ngadisari, Kec. Sukapura yang memang berjarak 3,5 Km dari kawah gunung.  ”Saat erupsi, suaranya mirip pesawat terbang yang terbang rendah,” ujar  Santoso, warga Cemorolawang.
Selain semburan material vulkanis, sejumlah warga di bagian ”bawah” Jumat (21/1) sampai Sabtu (22/1) dinihari sempat ketir-ketir.  ”Soalnya tadi malam, air di Kali Patalan permukaannya terus naik.  Untunglah tidak sampai meluber ke permukiman,” ujar Saiful, warga  setempat.
Sebagian besar warga di bagian  ”bawah” semalaman berjaga. Warga mengaku trauma dengan banjir lahar  dingin yang menyapu ratusan rumah, awal Januari lalu. Seperti diketahui,  sungai di Patalan berhulu di lereng atas Gunung Bromo tepatnya di  kawasan Jurang Jontro, Kec. Sukapura.
Kekhawatiran  serupa juga dialami warga Desa Pesisir, Kec. Sumberasih, Kab.  Probolinggo. Sungai dari lereng atas Bromo itu awal Januari lalu juga  membanjiri desa yang terletak di muara sungai. isa (www.surabayapost.co.id)
 
No comments:
Post a Comment