Monday, 16 November 2009

Basuki Rachmat Pakai Jam Padam Listrik untuk Pemeliharaan Mesin



JAKARTA. PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk punya kiat khusus menghadapi krisis listrik. Basuki Rachmat memiliki pabrik kertas di Banyuwangi, Jawa Timur dan Blabak, Jawa Tengah. Kedua pabrik ini membutuhkan listrik sebesar 3..000 kilowatt per jam (kwh).

Menurut Sekretaris Perusahaan Basuki Rachmat, Tiur Simamora, pemadaman listrik di pabrik mereka rutin terjadi sekali sebulan. Pemadaman ini bisa berlangsung selama 24 jam. Namun, menurut Tiur, pada saat pemadaman tiba, masih ada sebagian kecil listrik yang menyala. "Masih ada 20% listrik yang hidup, biasanya di bagian kantor," tutur Tiur.

Sementara sebagian besar konsumsi listrik yang banyak dipakai untuk aktivitas pabrik, praktis mati. Agar tidak merugi, perusahaan mengakali dengan menggeser aktivitas pemeliharaan dan perbaikan mesin di hari pemadaman itu. Sehingga, buruh dan karyawan tetap masuk kerja seperti biasa.

Walhasil, listrik yang sering mati tak mengganggu aktivitas pabrik. Pabrik Basuki Rachmat menggunakan paper machine I buatan tahun 1969 yang memiliki kapasitas produksi terpasang sebesar 40.000 ton per tahun.

Basuki Rachmat mampu memproduksi 900-1.000 ton kertas HVS per bulan. Basuki Rachmat menjual kertas HVS ini dengan harga rata-rata Rp 8.500 per kg. "Harga ini stabil. Sebab, tahun lalu harga HVS memang berkisar Rp 8.000 hingga Rp 9.000 per kg," terang Tiur.

Adapun bahan baku kertas ini berasal dari kertas bekas alias waste paper. Untuk menghasilkan 1 kilogram (kg) kertas HVS membutuhkan sebanyak 1,2 kg-1,23 kg waste paper. Menurut Tiur, harga rata-rata waste paper tahun ini sekitar Rp 4.100 per kg. Harga ini naik tipis 5,1% dibanding harga rata-rata waste paper tahun lalu yang sebesar Rp 3.900 per kg.

Permintaan kertas yang lesu membuat Basuki Rachmat tak menargetkan pertumbuhan kinerja yang signifikan. Sekedar catatan, sepanjang tahun lalu, Basuki Rachmat berhasil mengumpulkan pendapatan sebesar Rp 160,56 miliar. Pencapaian ini naik 36,62% dari pendapatan 2007 yang sebesar Rp 117,52 miliar. Namun, pendapatan ini harus ludes bahkan nombok lantaran harga pokok penjualannya mencapai Rp 168,8 miliar. Sehingga, Basuki Rachmat harus merugi Rp 97,59 miliar tahun lalu. Kerugian ini lebih besar 68,9% dibanding rugi bersih tahun 2007 yang sebesar Rp 57,78 miliar.

Beruntung rapor merah ini agak tertolong pada semester satu silam. Enam bulan pertama tahun ini, Basuki Rachmat membukukan pendapatan sebesar 35,40 miliar. Angka ini longsor cukup dalam, yakni 60% dari pendapatan periode sama tahun 2008 yang sebesar Rp 88,57 miliar. Pendapatan yang cilik ini harus dipotong lagi dengan harga pokok penjualan yang sebesar Rp 40,01 miliar. PPerusahaan juga tertolong oleh pendapatan lain-lain yang sebesar Rp 28,06 miliar. Sehingga, perusahaan berhasil membukukan laba bersih Rp 8,4 miliar, atau naik dua kali lipat lebih bila dibandingkan dengan rugi bersih periode sama tahun 2008 yang sebesar Rp 7,4 miliar.

Untuk tahun ini, "Kami berharap bisa tumbuh dari tahun lalu," ujar Tiur.


Gloria Haraito

(dari www.kontan.co.id)

No comments:

Post a Comment