Tuesday, 17 November 2009

Pejuang Hak Penderita Gangguan Jiwa



MUDA, cantik dan berprestasi. Itulah Nova Riyanti Yusuf. Meskipun usia masih bisa dibilang muda, banyak profesi yang telah digeluti oleh perempuan satu ini. Selain menjadi psikiater, ia juga berkarier sebagai penulis dan baru-baru ini dipercaya menduduki kursi di parlemen RI.

Dilahirkan di Palu, Sulawesi Tengah pada 27 November 1977, Nova mengenyam kuliah di Fakultas Kedokteran Umum Universitas Trisaksi pada 1995-2002. Setelahnya, ia menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Pengalaman bersinggungan dengan para penderita gangguan jiwa tersebut, ternyata mengetuk pintu hati Nova dan membuatnya terpanggil untuk memperjuangkan nasib mereka yang menurutnya masih terpinggirkan.

''Setelah menjadi spesialis ternyata yang banyak menarik perhatianku adalah psikososial. Kesehatan jiwa belum menjadi program yang diprioritaskan oleh pemerintah. Bisa dipahami karena memang kita punya begitu banyak problem kesehatan. Tapi buat aku kesehatan jiwa sebenarnya adalah suatu problem yang harus menjadi perhatian juga,'' tuturnya ketika diwawancarai beberapa waktu lalu.

Nova berkisah, dirinya merasa tergugah melihat upaya keras teman-temannya di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta dosen-dosennya di FK UI untuk memperjuangkan hak para penderita gangguan jiwa ke Komisi IX DPR RI, yang hingga saat ini belum memeroleh hasil memuaskan.

Parlemen
Berangkat dari sana, penulis yang memiliki nama pena Noriyu (singkatan dari Nova Riyanti Yusuf-red) ini memutuskan bergabung ke dalam salah satu partai hingga terpilih sebagai anggota DPR periode 2009-2014 untuk Daerah Pemilihan DKI Jakarta II. Misi yang diembannya sudah jelas, yakni meneruskan perjuangan untuk membela hak penderita gangguan jiwa yang hingga kini masih terabaikan.

Nova menjelaskan, selama ini anggaran yang disediakan pemerintah untuk para penderita gangguan jiwa masih sangat minim. Selain itu, masyarakat juga masih memiliki stigma negatif terhadap para penderita gangguan jiwa. Ia bercerita, di beberapa daerah di Indonesia, misalnya Banyuwangi, masih banyak dijumpai kasus pemasungan terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa.

''Seorang teman baru melakukan penelitian tesis di Banyuwangi, dan di sana masih banyak kasus pemasungan yang terjadi. Itu kan sebenarnya melanggar hak asasi manusia. Jadi inilah yang ingin kita perjuangkan. Manusia yang mengalami gangguan jiwa itu kan sebenarnya juga harus kita perhatikan.''

Dengan kedudukan barunya di parlemen, Nova berharap bisa lebih menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya isu tersebut dengan memberikan edukasi, misalnya berupa penyuluhan. Selain itu, ia juga ingin membersihkan stigma yang menempel pada penderita gangguan jiwa.

Contohnya, masyarakat umumnya mengucilkan orang yang memiliki riwayat gangguan jiwa dan enggan mempekerjakan mantan penderita gangguan jiwa. Padahal, mereka sebenarnya juga mampu bekerja secara produktif. Nah, stigma-stigma semacam inilah yang ingin dihapuskannya.

Nova berharap, di masa mendatang para penderita gangguan jiwa bisa lebih terlindungi oleh undang-undang. Selain itu, penulis novel Mahadewa Mahadewi (2003), Imipramine (2004), dan 3some (2005) ini juga ingin memastikan bahwa bujet yang tersedia untuk para penderita gangguan jiwa tidak seminim sebelumnya. (OL-08)

Penulis : Yulia Permata Sari | dipublikasikan di www.mediaindonesia.com

No comments:

Post a Comment