
SENIN, 21 DESEMBER 2009 | 05:18 WIB |
Ardus M Sawega |
”Tadi terjadi pertempuran alus. Banyak kelompok orang yang ingin gagalkan acara. Ratu menangis lihat perbuatan mereka. Dia juga terharu karena melihat besarnya animo orang untuk ikut seminar.”
Pesan singkat lewat ponsel itu dikirimkan oleh MT Arifin, satu jam seusai seminar ”Membongkar Mitos Ratu Kidul” di Balai Soedjatmoko, Solo, Kamis (17/12). Di seminar itu, dia menjadi salah seorang pembicaranya. Dari pesan singkat MT Arifin itu, seolah benar-benar telah terjadi ”pertempuran” di dunia gaib di tengah seminar.
Padahal, faktanya, tidak ada yang aneh selama seminar yang dipadati sekitar 200 peserta yang datang dari sejumlah kota. Tak ada bau semerbak mewangi, dupa, atau kemenyan selama berlangsung seminar yang makan waktu hampir lima jam ini.
Lho, apakah Ratu Kidul bukan hanya sosok dongeng yang hidup di dunia mitos? Lebih absurd karena dalam pesan dari MT itu disebut kata ”Ratu”—maksudnya adalah Ratu Kidul. Di sana seolah-olah dia ini adalah ”seseorang”, perempuan lumrah yang nyata, bisa disentuh, atau digamit.
Apakah pesan singkat di atas masuk di akal? Apakah MT—panggilan akrab MT Arifin (54)—tidak sedang bercanda atau jangan-jangan ngelindur? Dengan nada sungguh-sungguh MT mengaku, dirinya membuat penelitian secara intensif sejak 2001 tentang Ratu Kidul, dengan metodologi yang dia sebut sesuai kaidah-kaidah keilmuan.
Seminar yang menghadirkan MT Arifin, I Sutardjo, dan Prof Soehardi dari UGM Yogyakarta ini, menurut panitia, memang hendak ”membongkar” mitos seputar Ratu Kidul. Maksudnya, fenomena Ratu Kidul (selanjutnya disingkat RK), yang selama berabad-abad hanya sebatas sebagai mitos yang cenderung negatif dan ”membelenggu” masyarakat Jawa itu, coba didekati secara rasional.
No comments:
Post a Comment