Friday, 29 April 2011
Cuaca Tak Menentu, Nelayan Tetap Melaut
BANYUWANGI, KOMPAS.com - Nelayan di Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, tetap melaut meski kondisi gelombang sulit diprediksi. Mereka nekat melaut karena terdesak kebutuhan ekonomi dan tergiur harga ikan yang saat ini masih tinggi.
Menurut sejumlah nelayan, pada Jumat (29/4/2011), kondisi laut di selat Bali dan pantai selatan masih tenang. Ketinggian gelombang di tengah laut hanya berkisar 1 meter dengan kecepatan angin sedang. Aktivitas di pelabuhan pun normal hingga siang. Menurut para pengepul ikan, kapal-kapal milik nelayan masih bisa melaut dan membawa setidaknya 1 ton ikan."Perdagangan ikan masih ramai, setidaknya kapal-kapal masih bisa melaut dan kembali dengan membawa ikan walau sedikit," kata Nurohman (35), pengepul ikan lemuru.
Namun demikian, menurut Nurohman, perdagangan bisa berubah menjadi sepi jika cuaca tak bersahabat, seperti terjadi dua hari lalu. Nelayan pun akhirnya menunda keberangkatan melaut.
Kondisi tersebut menyebabkan suplai ikan di pasaran terganggu dan harga ikan terkatrol. Ikan tongkol, misalnya, dihargai Rp 8.000 per kg. Harga ini lebih tinggi dari biasanya yang hanya Rp 7.000 per kg. Lemuru pun kini mencapai Rp 8.000 per kg, naik dari harga normal 7.500 per kg.
Abdul Kohir (46), salah satu pemilik kapal jenis slereg di Muncar mengatakan, kondisi cuaca hingga kini belum bisa diprediksi. Pada pagi hari bisa cerah, tetapi menjelang siang tiba-tiba mendung tebal dan hujan badai.
Nelayan sepertinya kini hanya bisa memanfaatkan cuaca cerah untuk melaut, dan akan memilih kembali ke darat jika kondisi angin dan gelombang sudah tinggi.
Subarkah (45), nelayan lain, juga tetap nekat mencuri waktu untuk melaut karena penghasilan sehari-harinya bergantung dari hasil tangkapan ikan. Apalagi kini harga ikan masih tergolong tinggi. Saat cuaca buruk datang, ia akan kehilangan penghasilan.
Cuaca yang labil bukan satu-satunya persoalan di Muncar. Selama setahun lebih nelayan Muncar paceklik ikan, baik lemuru, layang, maupun layur. Akibatnya tujuh pabrik pengalengan yang menggantungkan pasokan ikan lokal terpaksa mengimpor ikan dari China atau India.
Supriyadi, dari bagian humas perusahaan pengalengan ikan Sumber Yala Samudra mengemukakan, impor ikan membuat biaya produksi pabriknya membengkak. Sebab, harga ikan lemuru bisa mencapai 8.500 per kg. Padahal harga ikan lokal dalam cuaca normal hanya Rp 6.500 per kg.
Paceklik ikan juga membuat perajin ikan asin tak mendapat pasokan. Juwariyah (50) salah satu perajin ikan asin mengatakan, suplai ikan kini terbatas. Jika biasanya ia mendapatkan 2 kuintal ikan layang per hari kini hanya 1 kuintal bahkan kurang. Tempat pengeringan ikan asin yang dulu penuh sesak, kini hanya terisi 75 persen saja.
Labels:
Ekonomi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment