TEMPO Interaktif, Banyuwangi -Ada saja ulah Pak guru satu ini. Muhammad Kholid, 44, seorang guru tidak tetap (GTT) asal Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar aksi demo tunggal menuntut kesejahteraan kepada Bupati Banyuwangi. Aksi tersebut dilakukan di depan kantor Bupati, Jalan Ahmad Yani.
Guru SD Negeri 7 Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, itu menggelar tikar dan memajang sejumlah piala serta piagam penghargaan hasil prestasi siswanya. Sebuah wayang kulit ditancapkan pada batang pisang. Aksinya diawali dengan shalat Dhuha sekitar jam 09.00. Kemudian, berlanjut istigosah, pembacaaan orasi, dan bermain wayang.
Menurut Kholid, piala serta piagam tersebut merupakan bukti bahwa GTT mampu mendidik siswa meski kesejahteraannya dibawah guru PNS. "Kami mengupayakan yang terbaik bagi anak didik," kata Ketua Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia ini kepada wartawan, Rabu (17/3).
Demo tunggal tersebut, kata dia, merupakan upaya terakhir supaya Pemerintah Banyuwangi segera mengangkat 3.295 guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap. Sebab, para guru bersama Persatuan Guru Republik Indonesia sudah empat kali berunjuk rasa. "Tapi tuntutan kami tidak pernah ditanggapi," ujarnya.
Meski sudah mengabdi puluhan tahun, kata Kholid, ada GTT yang masih dibayar Rp 50 ribu. Paling banyak, mendapat gaji Rp 350 ribu sebulan. Namun ironisnya, selama ini Pemerintah belum pernah mengalokasikan insentif tambahan bagi GTT.
Muhammad Kholid sendiri mengajar di SDN 7 Sumberagung sejak 1985. Gajinya Rp 250 ribu per bulan. Selain menjadi guru kelas, ia merangkap menjadi tukang jaga dan tukang kebersihan sekolah. Untuk menambah penghasilan, Kholid memiliki sambilan menjadi badut.
Kepala Subbagian Administrasi Umum dan Kepegawaian Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Banyuwangi, Dwi Yanto, berjanji akan mengupayakan seluruh GTT masuk data base untuk diangkat menjadi PNS. Namun, sementara waktu, seluruh GTT akan diupayakan untuk mengikuti program sertifikasi. "Kalau lolos sertifikasi ada tunjangan Rp 1,5 juta sebulan," katanya.
IKA NINGTYAS
Guru SD Negeri 7 Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, itu menggelar tikar dan memajang sejumlah piala serta piagam penghargaan hasil prestasi siswanya. Sebuah wayang kulit ditancapkan pada batang pisang. Aksinya diawali dengan shalat Dhuha sekitar jam 09.00. Kemudian, berlanjut istigosah, pembacaaan orasi, dan bermain wayang.
Menurut Kholid, piala serta piagam tersebut merupakan bukti bahwa GTT mampu mendidik siswa meski kesejahteraannya dibawah guru PNS. "Kami mengupayakan yang terbaik bagi anak didik," kata Ketua Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia ini kepada wartawan, Rabu (17/3).
Demo tunggal tersebut, kata dia, merupakan upaya terakhir supaya Pemerintah Banyuwangi segera mengangkat 3.295 guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap. Sebab, para guru bersama Persatuan Guru Republik Indonesia sudah empat kali berunjuk rasa. "Tapi tuntutan kami tidak pernah ditanggapi," ujarnya.
Meski sudah mengabdi puluhan tahun, kata Kholid, ada GTT yang masih dibayar Rp 50 ribu. Paling banyak, mendapat gaji Rp 350 ribu sebulan. Namun ironisnya, selama ini Pemerintah belum pernah mengalokasikan insentif tambahan bagi GTT.
Muhammad Kholid sendiri mengajar di SDN 7 Sumberagung sejak 1985. Gajinya Rp 250 ribu per bulan. Selain menjadi guru kelas, ia merangkap menjadi tukang jaga dan tukang kebersihan sekolah. Untuk menambah penghasilan, Kholid memiliki sambilan menjadi badut.
Kepala Subbagian Administrasi Umum dan Kepegawaian Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Banyuwangi, Dwi Yanto, berjanji akan mengupayakan seluruh GTT masuk data base untuk diangkat menjadi PNS. Namun, sementara waktu, seluruh GTT akan diupayakan untuk mengikuti program sertifikasi. "Kalau lolos sertifikasi ada tunjangan Rp 1,5 juta sebulan," katanya.
IKA NINGTYAS
No comments:
Post a Comment